Minggu, 02 November 2008

PES/ Penyakit Menerjang Tulang

BAB I
PENDAHULUAN.

Tujuan pembangunan dibidang kesehatan ialah memperbaiki tingkat kesehatan rakjat terutama bags rakjat pedesaan. Dengan perbaikan kesehatan rakjat tersebut diharapkan pro¬duktivitas kerdja akan meningkat dan dengan demikian mem¬bantu proses ladju pembangunan. Perbaikan kesehatan rakjat merupakan salah satu investasi dalam manusia (human invest¬ment) jang tjukup panting dalam pembangunan.
Pelajanan kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah mau¬pun masjarakat. Dalam lingkungan pemerintah dilaksanakan pelajanan kesehatan jang terintegrasikan. Pelajanan kesehatan oleh masjarakat pada achir-achir ini djuga menundjukkan per¬kembangan jang meningkat, balk jang dilakukan oleh organi asi masjarakat maupun oleh perusahaan-perusahaan untuk karyawan-karyawan mereka sendiri.
Kesehatan masyarakat telah dibentuk pada tahun 1971/72. Sehingga dengan demikian dewasa ini unit kesehatan masyarakat tersebar diberbagai pro- ¬pinsi. Lima belas orang tenaga spesialis pendidikan ke¬sehatan masjarakat telah dididik, dimana lima orang diantara¬-nya telah dikirim keluar negeri. Disamping itu telah ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilan sebanjak 228 orang petugas-petu¬gas kesehatan.


BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Pes yaitu penyakit yang telah menerjang daerah Tulangan yang disebabkan oleh kutu atau tikus. Setiap hari orang bergelimpangan mati.. Klinik Tulangan, yang terdiri hanya dari satu ruangan tiga kali empat meter itu, tidak berdaya. Setelah pagi menguburkan tetangga orang pun terguling dan ikut mati.
Wabah pes atau sampar yang melanda salah satu daerah pada permulaan abad ke-20. Cerita itu memang karangan Pramoedya Ananta Toer di dalam salah satu karya tetraloginya, Anak Semua Bangsa. Meskipun demikian, Pramoedya tidak mengambil inspirasi cerita itu dari negeri antah-berantah. Sebaliknya, tuturan Pramoedya itu sesungguhnyalah terjadi di bumi Nusantara ini.
Dahsyatnya wabah pes yang terjadi sekitar tahun 1910-1918 telah mendorong pemerintah kolonial”melalui Commissie voor de Volkslectuur (Komisi Batjaan RaĆ¢€™jat) yang kemudian menjadi Balai PustakaĆ¢€”menerbitkan buku berjudul Penjakit Pest Ditanah Djawa dan Daja Oepaja akan Menolak Dia, yang ditulis oleh DR OLE de Raadt dan dibahasa Melayukan oleh KP Ardiwinata.
Tentang penyakit lainnya seperti cacar dan kolera. Buku-buku itu dicetak di Betawi oleh percetakan gubernemen pada tahun 1915. Pada saat bersamaan, buku itu juga diterbitkan dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Belanda. Dengan kenyataan bahwa sebagian besar korban adalah rakyat bumiputra di Jawa yang tidak berbahasa Belanda ataupun Melayu, maka dapat dipahami penerbitan buku tersebut dalam bahasa Jawa dan Sunda.


B. Informasi Tentang Pes
Seperti hal penyakit lainnya, pes ini berisi merupakan penyakit yang menjalarnya wabah tersebut. Dimana Pertama-tama dijelaskan mengenai penyakit pes, cara berjangkitnya penyakit ini, dan sekaligus cara mencegah menjalarnya wabah ini. Diuraikan di situ bahwa penyakit pes disebabkan oleh kuman atau kutu yang ada di dalam darah orang atau tikus yang terjangkit pes. Kutu tersebut bisa berpindah ke orang atau binatang lain dan menggigit mereka. Saat menggigit itulah, kuman pes berpindah dari orang yang sakit pes ke orang yang sehat. Adapun jenis penyakit pes yang mewabah adalah pes kelenjar atau builenpest dengan tanda-tanda awal demam, sakit kepala, dan bengkak yang menyakitkan di ketiak atau di belakang telinga. Jenis ini akan mematikan penderita dalam hitungan dua-tiga hari saja.
Mencegah penyebaran kutu atau kuman pes. Dikatakan bahwa yang harus dilakukan pertama adalah memperbaiki rumah karena rumah yang kotor menjadi tempat tinggal menyenangkan bagi tikus dan kutu-kutunya. Rumah-rumah tidak boleh dibangun secara berdempetan, apalagi bersesak-sesakan di sebuah area. Pada masa itu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. Dinding-dinding gedek itu sering kali dibikin rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau lubang yang memungkinkan tikus bersarang. Oleh karena itu, disarankan agar dinding cukup satu lapis saja. Kalaupun harus dibangun rangkap, maka dinding bagian dalamnya harus dibikin agar mudah dibuka dan dibersihkan.
Tubuh marmot menjadi tempat yang mudah dihinggapi kutu-kutu tikus sehingga manusia bisa terhindar dari gigitan kutu tikus tersebut. Marmot yang telah kena gigitan niscaya akan mati dan ini menjadi pertanda bagi orang bahwa penyakit pes telah menyerang. Dengan pertanda awal ini, manusia bisa segera menyingkir dari area tersebut sehingga korban manusia dapat diminimalkan.
C. Konteks kolonialisme
Penyakit ini dapat dibaca sebagai upaya pemerintah kolonial mencegah menjalarnya wabah tersebut. Beberapa penyakit ini menjadi wabah yang menakutkan karena mengambil banyak nyawa rakyat bumiputra di Jawa. Seperti yang terungkap dari tulisan Darsono berjudul Giftige Waarheidspijlen (Panah Pengadilan Beracun) di koran Sinar Hindia, 18 Mei 1918. Di surat kabar yang merupakan organ Sarekat Islam Semarang itu tercantum data-data sebagai berikut.
Gambaran di atas menunjukkan betapa wabah pes telah mengakibatkan angka kematian yang terus melonjak bahkan hingga enam kali lipat dalam setahun di wilayah Mranggen dan rata-rata 3-5 kali lipat di wilayah lainnya di Semarang. Wabah pes pun tidak hanya menyerang Semarang, tetapi juga wilayah-wilayah lainnya di Jawa, seperti Solo dan Malang.
Namun, membaca buku-buku tersebut semata sebagai upaya pemerintah kolonial mencegah menjalarnya wabah penyakit pada gilirannya akan menenggelamkan situasi riil yang terjadi di masyarakat Hindia Belanda saat buku tersebut terbit. Atau lebih jelasnya, pembacaan seperti itu akan mengaburkan sebab-musabab meluasnya wabah pes di Jawa saat itu. Oleh karena itu, pembacaan buku ini harus disertai dengan penjabaran konteks sosial kolonialisme Belanda di akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20.
Selama Tanam Paksa, mereka tidak dapat menanami sawah atau ladang mereka sendiri karena waktu dan tenaga mereka terkuras untuk mengerjakan tanah gubernemen dan tanaman untuk ekspor, seperti tebu, tembakau, nila, teh, sutra, atau kapas. Akibatnya, mereka tidak dapat memanen garapannya. Beberapa penduduk desa bahkan lari meninggalkan kampung halamannya untuk menghindari kerja paksa ini, sehingga beberapa desa tidak lagi berpenghuni. Kondisi ini tentu saja membuat rakyat tidak mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup. Tak mengherankan jika kemudian kelaparan banyak terjadi di Jawa. Kondisi ini tidak berubah banyak meskipun Tanam Paksa telah dihapuskan tahun 1870.
Kemiskinan ini juga membawa implikasi kepada kondisi kesehatan dan pendidikan rakyat. Seperti terungkap di dalam buku karya Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah, perumahan rakyat di kampung-kampung sangat buruk. Mereka tinggal di gang-gang sempit, berjejal, dan becek. Keadaan berjejal ini membuat sinar matahari enggan masuk ke dalam ruangan rumah dan menjadi sarang tikus. Inilah konteks meluasnya wabah pes di Hindia Belanda antara tahun 1910-1918.
Ilustrasi kemiskinan itu terungkap dalam tulisan Marco Kartodikromo di jurnal Doenia Bergerak yang diterbitkan pertama kali oleh Inlandsche Journalisten-Bond di Solo pada 31 Januari 1914, Orang-orang ketjil kebanjakan hidoepnja: sehari makan sekali, jang sedikit mampoe bisa makan nasi, tetapi jang tiada mampoe makan pohong dan djagoeng sadja. Perkara ikan tida sekali-kali dipikirkannja, asal ada garam dan tjabe-rawit soedah tjoekoep. Dari hal pakaian orang-orang desa djarang jang poenja sampe tiga ataoe doea stel: satoe kain kepala, satoe badjoe, dan satoe kain atau saroeng. Kebanjakan marika itoe hanja mempoenjai koerang lebih sedikit: satoe katok, satoe kain boeat kemoel, satoe badjoe soedah toea dan satoe kain kepala djoega soedah robek.
Dengan demikian, Bagaimana mungkin dapat memperbaiki rumah yang menjadi sumber wabah kalau kemiskinan begitu mendera mereka?
Beberapa laporan surat kabar bumiputra menyebutkan bahwa pemerintah kolonial membuat aturan-aturan yang menyengsarakan rakyat untuk mencegah wabah pes ini. Seperti dilaporkan koran Sinar Hindia, 18 Mei 1918, bahwa banyak rumah bumiputra yang terjangkit pes yang dirombak dengan tidak mendapat ganti untuk membangunnya lagi.
Atau menurut surat kabar Darmokondo yang terbit di Solo, bumiputra yang terjangkit pes dan merombak rumahnya boleh meminjam uang dari Woning Verbetering (lembaga yang mengurusi perbaikan rumah) untuk mendirikan rumah sesuai aturan kesehatan. Akan tetapi, bila si peminjam ini tidak dapat membayar kembali, maka ia akan menerima rupa-rupa siksaan.
Sebenarnya ada cara lebih modern yang bisa dipakai untuk mencegah meluasnya wabah pes ini, yaitu melalui suntikan serum kepada rakyat yang belum terkena pes. Akan tetapi, cara ini sama sekali tidak disebut dalam buku ini. Dapat diduga penyebabnya adalah cara ini membutuhkan biaya mahal: menyediakan serum dan mendistribusikannya untuk sekian juta rakyat di Jawa. Pemerintah kolonial tidak mau membuang uangnya untuk keselamatan sebagian besar bumiputra. Daripada mengeluarkan uang untuk serum, lebih baik menyuruh bumiputra memelihara marmot!
Gambaran di atas memperlihatkan watak kolonial dari penerbitan buku tentang pes ini. Sistem kolonial melahirkan kemerosotan ekonomi luar biasa bagi bumiputra. Porak porandanya kehidupan ekonomi rakyat bumiputra merupakan penyebab utama meluasnya wabah pes. Oleh karena itu, sesungguhnya perbaikan kehidupan ekonomi rakyat bumiputralah yang pertama-tama harus dilakukan oleh pemerintah kolonial untuk mencegah wabah pes. Kenyataannya, seperti ditulis Darsono di dalam surat kabar Sinar Hindia, 18 Mei 1918, Doenia semangkin lama semangkin madjoe, kaoem kapitalisten Belanda kaoentoengannja semangkin tambah. Bagi bumiputera, semangkin tambah djoega kematian di antara bangsa kita.

BAB III
PENUTUP

 Pes yaitu penyakit yang telah menerjang daerah Tulangan yang disebabkan oleh kutu atau tikus
 Penyakit Pes dengan tanda-tanda awal demam, sakit kepala, dan bengkak yang menyakitkan di ketiak atau di belakang telinga. Jenis ini akan mematikan penderita dalam hitungan dua-tiga hari saja.



PUSTAKA

1. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0507/16/pustaka/1898788.htm
2. http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-Gustiarti.pdf
3. http://www.wikipedia.penyakit.co.id/
4. http://www.penyakit.menular.com/

1 komentar:

infogue mengatakan...

Artikel anda:

http://penyakit.infogue.com/
http://penyakit.infogue.com/pes_penyakit_menerjang_tulang

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!