Senin, 03 November 2008

Kode Etik Keperawatan

KODE ETIK KEPERAWATAN DI DUNIA

        Pada Hari Perawat Sedunia tahun ini, keperawatan mengusung kembali PHC sebagai tema utama, menekankan aspek integrasi pelayanan dan partisipasi masyarakat. Melalui ini, keperawatan menandaskan bahwa faktor determinan kesehatan tidak dapat diberangus hanya dengan perawatan pada orang sakit di tempat tidur. Keperawatan berada dalam satu arus paradigma sehat

Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka seagai individu. Umumnya untuk satu profesi hanya terdapat satu organisasi profesi yang para anggotanya berasal dari satu profesi, dalam arti telah menyelesaikan pendidikan dengan dasar ilmu yang sama

Berorientasi populasi
 
Pada Hari Perawat Sedunia tahun ini, keperawatan mengusung kembali PHC sebagai tema utama, menekankan aspek integrasi pelayanan dan partisipasi masyarakat. Melalui ini, keperawatan menandaskan bahwa faktor determinan kesehatan tidak dapat diberangus hanya dengan perawatan pada orang sakit di tempat tidur. Keperawatan berada dalam satu arus paradigma sehat Visi Indonesia Sehat tahun 2010, yang menempatkan aspek promosi dan preventif pada garda terdepan kebijakan dan program pembangunan bidang kesehatan.
 
Hal ini mencerminkan ciri profesionalitas keperawatan yang mengedepankan altruism dan nurturant, suatu komitmen pada nilai-nilai sosial untuk kesejahteraan populasi. Komitmen ini pulalah yang menempatkan perawat sebagai profesi penolong, suatu totalitas melampau penghargaan finansial yang diterima.
 
Perawat, sebagai kekuatan pembaruan, mempunyai kans besar untuk memastikan kesehatan masyarakat dapat tercapai. Mengenai ini, bahkan pernah ditegaskan oleh Hafdan Mahler, Direktur Jenderal WHO, tahun 1985. Proporsi tenaga keperawatan Indonesia sebesar 54 persen menggambarkan kekuatan yang mampu memberikan daya ungkit mengurangi angka kematian ibu dan anak, meretas masalah kurang gizi, mencegah penyebaran penyakit menular, meningkatkan kesehatan lingkungan, dan menjaga individu tetap hidup sehat secara optimal.
 
Secara kuantitas, kontribusi itu tercermin melalui kinerja 70 persen perawat di puskesmas dalam pelayanan kehamilan dan persalinan. Keterlibatan proaktif keperawatan dalam program Desa (RW) Siaga juga mengindikasi upaya perawat membangun kapasitas masyarakat berpartisipasi aktif menemukan akar masalah kesehatan di komunitas dan melakukan upaya untuk mengatasinya.
 
Bernadethe Marheni Luan Dosen Keperawatan Komunitas dan Peneliti di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Sint Carolus

ORGANISASI KEPERAWATAN INTERNASIONAL

1. International Council of Nurses (ICN)

Merupakan organisasi profesional wanita pertama didunia yang didirikan tanggal 1 Juli 1899 yang dimotori oleh Mrs. Bedford Fenwick. ICN merupakan federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh dunia. Tujuan pendirian ICN adalah memperkokoh silaturahmi para perawat diseluruh dunia, memberi kesempatan bertemu bagi perawat diseluruh dunia untuk membicarakan berbagai maslah tentang keperawatan, menjunjung tinggi peraturan dalam ICN agar dapat mencapai kemajuan dalam pelayanan, pendidikan keperawatan berdasarkan dan kode eik profesi keperawatan.

Kode etik keperawatan menurut ICN (1973) menegaskan bahwa keperawatan bersifat universal. Keperawatan menjunjung tinggi kehid@����8abat dan hak asasi mnausia. Keperawatan tidak dibatasi oleh perbedaan kebangsaan, ras, warna kuliut, usia, jenis kelamin, aliran politik, agama, dan status sosial.

ICN mengadakan kongres setiap 4 tahun sekali. Pusatnya di Geneva, switzerland.

2.American Nurses Association (ANA)

ANA adalah organisasi profesi perawat di Amerika Serikat. Didirikan pada akhir tahun 1800 yang anggotanya terdiri dari organisasi perawat dari negara-negara bagian. ANA berperan dlm menetapkan standar praktek keperawatan, melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan serta menampilkan profil keperawatan profesional dengan pemberlakukan legislasi keperawatan.

3. Canadian Nurses Association (CNA)

CNA adalah asosiasi perawat nasional di Kanada. Mempunyai tujuan yang sama dengan ANA yaitu membuat standar praktek keperawatan, mengusahakan peningkatan standar praktek keperawatan, mendukung peningkatan profesionalisasi keperawatan dan meningkatkan kesejahteraan perawat. CNA juga berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, pemberian izin bagi praktek keperawatan mandiri.

4.National League for Nursing (NLN)

NLN adalah suatu organisasi terbuka untuk semua orang yang berkaitan dengan keperawatan meliputi perawat, non perawat seperti asisten perawat (pekarya) dan agencies. Didirikan pada tahun 1952. Bertujuan untuk membantu pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan pendidikan keperawatan.

5. British Nurses Association (BNA)

BNA adalah asosiasi perawat nasional di Inggris. Didirikan pada tahun 1887 oleh Mrs. Fernwick. Bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan seluruh perawat di inggris dan berusaha memperoleh pengakuan terhadap profesi keperawatan.


KODE ETIK KEPERAWATAN DI INDONESIA

Dalam kode etik keperawatan Indonesia yang telah diputuskan oleh Musyawarah Nasional VI Persatuan Nasional Indonesia terdiri dari bagian mukadimah , tanggung jawab perawat dank lien , perawat dan praktek , perawat dan masyarakat , perawat dan teman sejawat , perawat dan profesi lain . Adapun isi kode etik keperawatan di Indonesia adalah sebagai berikut :

Mukadimah

Sebagai profesi yang turut serta mengusahakan tercapainya kesejahteraan fisik , material dan mental spiritual untuk makhluk insani dalam wilayah Republik Indonesia , maka kehidupan profesi keperawatan Indonesia selalu berpedoman kepada sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan keperawatan .

Warga keperawatan di Indonesia menyadari bahwa kebutuhan akan keperawatan bersifat universal bagi klien ( individu , keluarga dan masyarakat ) , oleh karenanya pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan kepada cita-cita yang luhur , niat yang murni untuk keselamatan dan kesejahteraan umat tanpa membedakan kebangsaan , kesukuan , warna , kulit , umur , jenis , kelamin , aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial .

Dalam melaksanakan tugas pelayanan keperawatan kepada klien , cakupan tanggung jawab perawat Indonesia adalah meningkatkan derajat kesehatan mencegah terjadinya penyakit , mengurangi dan menghilangkan penderitaan serta memulihkan kesehatan yang kesemuanya ini dilaksanakan atas dasar pelayanan yang paripurna .

Dalam melaksanakan tugas professional yang berdaya guna dan berhasil guna para perawat mampu dan iklas memberikan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan memelihara dan meningkatkan integritas pribadi yang luhur dengan ilmu dan keterampilan yang memadai serta dengan kesadaran bahwa pelayanan yang diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan secara menyeluruh .

Pentingnya Undang-Undang keperawatan

Data UNDP tahun 2006 mencatat bahwa indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih menempati urutan ke 108 dari 162 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan dan Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan pada era globalisasi, tenaga kesehatan yang sehat akan menunjang keberhasilan program pelayanan kesehatan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.Kes RI (1999) menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia. Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya.

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat/ ners harus memilki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.

. PELAYANAN KEPERAWATAN

Bentuk Pelayanan :

1. Fisiologis

2. Psikologis

3. Sosial dan Kultural

Diberikan karena :

· Ketidakmampuan

· Ketidakmauan

· Ketidaktahuan Dalam memenuhi kebutuhan dasar
yang sedang terganggu

FOKUS KEPERAWATAN :
Respons Klien Terhadap :
Penyakit
Pengobatan
Lingkungan

Praktik Keperawatan Profesional
Tindakan Mandiri Perawat Profesional

Melalui Kerjasama Dengan :
Klien
Tenaga Kesehatan Lain

KODE ETIK KEPERAWATAN DI JEPANG

Ketika negara-negara Jepang sejak tahun 1980-an sudah mengibarkan S-1 sebagai basis pendidikan keperawatan, Indonesia baru pada tahun 2015 mayoritasnya berlatar belakang pendidikan diploma. Besarnya proporsi vokasional menempatkan keperawatan dalam dominasi kontrol dari luar dan digolongkan dalam kelompok pekerja kelas bawah dengan segala konsekuensinya, termasuk
kecenderungan memperoleh imbalan rendah. 
 
Kemandirian
               Meminjam sosiolog Caplon, dalam bukunya berjudul The Sociology of Work, langkah-langkah yang telah ditempuh oleh keperawatan Indonesia merupakan sekuens profesionalisasi. Upaya-upaya itu, dalam koidor Caplon antara lain, pembentukan asosiasi perawat nasional, pemberian nama baru ners untuk perawat profesional sebagai monopoli kelompok menggantikan kata perawat atau suster, pemberlakuan kode etik keperawatan, dan pengupayaan aspek legal untuk lisensi dan praktik keperawatan. Sejalan dengan proses mengupayakan aspek legal ini adalah pendidikan dan fasilitas pendidikan dibangun di bawah kontrol profesi.
 
               Memasuki era praktik kemandirian secara profesional lalu menjadi semacam isu emosional bagi keperawatan, terutama setelah lebih dari enam tahun ternyata RUU Praktik Keperawatan masihlah tetap rancangan. Tanpa regulasi dan kehadiran Konsil Keperawatan yang menjamin kompetensi pendidikan dan lulusannya serta mengatur registrasi lisensi dan sertifikasi, keperawatan belum utuh disebut sebagai profesi. Suatu kondisi yang bertentangan dengan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menekankan pentingnya kewenangan menjalankan peran dan perlindungan hukum. Tanpa UU Praktik Keperawatan, kemandirian dan akuntabilitas keperawatan seperti dipasung.
 
               Manfaat UU Praktik Keperawatan sesungguhnya akan juga dinikmati oleh khalayak ramai dan negara. Masyarakat mendapatkan jaminan memperoleh
kualitas asuhan dan terlindung dari tindakan malapraktik. Mutual Recognition Agreement di tingkat regional Asia Tenggara akan dimantapkan dan pengakuan kesetaraan perawat Indonesia di kancah global akan berkontribusi besar terhadap peningkatan devisa negara.
 
               Sama halnya di mancanegara, pendidikan keperawatan di Indonesia berawal dari rumah sakit dalam bingkai pelayanan kuratif. Menilik itu, tidaklah aneh apabila masyarakat masih memandang perawat sebagai asisten dokter. Pandangan masyarakat ini semakin kuat manakala perawat sendiri tidak mampu menampilkan kinerja profesionalnya. Lebih-lebih, banyak perawat di daerah, yang karena diimpit oleh keterbatasan sumber daya kesehatan dan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan, ambil risiko berfungsi di luar domain keperawatan.
               Perawat Indonesia kini menjadi pembicaraan hangat di Jepang,  menyusul rencana kedatangan para tenaga medis itu di Negeri Matahari  Terbit awal Agustus 2008.
 
               Ihwal rencana kedatangan perawat itu disampaikan oleh Atase Perdagangan  KBRI Tokyo Tulus Budhianto kepada Antara di Tokyo, Sabtu (26/7).  Kedatangan tersebut tidak saja menyangkut tenaga perawat, tetapi juga  /caregivers/, yaitu perawat untuk orang lanjut usia.
 
               "Sebanyak 220 perawat dan caregivers akan tiba di Tokyo pada 5 Agustus mendatang. Mereka merupakan gelombang pertama dari seribu tenaga perawat  yang diakui dalam perjanjian EPA antara Indonesia dan Jepang," ungkap  Tulus Budhianto yang juga Koordinator EPA Indonesia di Tokyo. 
 
               Perjanjian EPA (Economic Partnership Agreement) berlaku efektif 1 Juli  2008, setahun setelah ditandatangani oleh masing-masing kepala  pemerintahan di Jakarta Agutus 2007. Memang pengiriman tenaga perawat ke  luar negeri, bukanlah pertama kali dilakukan. Sejak 1980-an pemerintah  sudah "mengekspor" ribuan perawat ke luar negeri, terutama ke  negara-negara di kawasan teluk, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, bahkan  ke Taiwan.
 
               Sejalan dengan perkembangan global, Indonesia juga mulai merambah ke  negara-negara maju, termasuk Jepang. Saat ini perjanjian kerjasama juga  terus diupayakan baik dengan Amerika Serikat (AS), maupun negara negara  Eropa lainnya.
 
               Mengirim perawat tentu saja berbeda dengan mengirimkan tenaga kerja  informal, seperti pembantu rumah tangga, ataupun "komoditas"  lainnya.  Tenaga perawat dan /caregivers/ merupakan tenaga kerja yang terdidik, yang di Jepang harus memiliki standar kemampuan profesi yang tinggi. Apalagi pasar kerja Jepang terkenal amat menuntut ketelitian dan hasil akhir yang sempurna.
               
               Simak saja undang-undang tenaga kerja dan persyaratan imigrasinya yang  mengharuskan pekerja di Jepang dan pekerja asing memiliki keahllian.  Berbagai pihak memang menyebutkan perawat Indonesia banyak disukai dan  diminati rumah sakit-rumah sakit di luar negeri, karena mereka rela mengerjakan tugas-tugas yang semestinya menjadi porsi dokter yang dilaksanakan dengan baik.
   
               Sekjen Depnakertrans Besar Setyoko dalam perbincangan dengan Antara di  Tokyo, beberapa waktu lalu mengemukakan bahwa negara-negara seperti AS  dan Eropa menyatakan minatnya merekrut perawat Indonesia. 
               Negeri Sakura, terutama dalam masalah bahasa 
dan kultur sosial masyarakatnya. Masalah sosial yang cukup peka adalah soal kesan orang asing yang tidak begitu bagus di mata sebagian warga Jepang. Pekerja asing dianggap mengambil lahan pekerjaan warga Jepang.
 
Soal bahasa tampak lebih krusial, seperti yang terungkap dalam dialog  rutin yang diselenggarakan Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Osaka bersama warga Indonesia di Jepang awal Juli lalu. Diskusi juga melibatkan kalangan akademisi Jepang, guna memperoleh perspektif yang lebih luas dalam mengkaji suatu fenomena persoalan yang menyangkut hubungan Indonesia-Jepang.
 
               Riset yang dipimpin Profesor Yoshichika Kawaguchi itu menyebutkan, belum  seluruh rumah sakit di Jepang berkenan menerima perawat asing. Dari  1.600 rumah sakit yang disurvai (522 di antaranya memberikan respon),  dan hanya 46 persen saja yang bersedia menerima. Artinya sebagian masih meragukan keahlian perawat asing.
 
               Penelitian itu juga menyebutkan rumah sakit Jepang tampaknya "kecapaian"  kalau diberikan tugas tambahan memberikan pelatihan sesuai standar  Jepang kepada para perawat asing. Namun yang lainnya, sebanyak 38  persen, justru bersemangat untuk menyediakan fasilitas pelatihan.
 
               Menurut Profesor Kawaguchi, masih enggannya sebagian rumah sakit di  Jepang, karena kurang lengkapnya informasi mengenai sistem penerimaan  itu sendiri.
 
               "Pemerintah Jepang harus memberikan informasi serinci mungkin dan sesegera mungkin, serta melakukannya secara aktif," kata Kawaguchi lagi. Pelatihan itu penting agar masyarakat Jepang juga mengetahui bahwa tenaga terampil itu sudah berlinsensi Jepang, sesuai standar keahlian Jepang.
 
               Sebelum menjalankan pekerjaannya, perawat Indonesia nantinya harus belajar bahasa Jepang selama enam bulan. Setelah itu diharuskan mengikuti ujian nasional untuk mendapatan lisensi keperawatan. Jika lulus, barulah mereka diperkenankan tinggal dan bekerja di Jepang.
 
               Jepang memang mencoba mengatasinya dengan menggenjot produksi robot 
humanoid (yang berfungsi seperti manusia), namun tetap tidak bisa 
mengatasi ketergantungannya pada tenaga manusia, khususnya di bidang 
pelayanan kesehatan. Kekurangan tenaga kesehatan bisa membuat sistem 
pelayanan kesehatan Jepang lumpuh.
 
               DAFTAR PUSTAKA
 

http://syehaceh.wordpress.com/2008/06/03/organisasi-profesi-keperawatan/

http://dafid-pekajangan.blogspot.com/2008/02/konsep-dasar-keperawatan-i.html

http://rsudraza.banjarkab.go.id/?page_id=23

http://pemikirulung.multiply.com/journal/item/149

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080414074609AA4kbSC

http://iwansain.wordpress.com/2007/09/21/praktik-keperawatan-sebagai-bentuk-pelayanan-kesehatan-kepada-masyarakat-suatu-tinjauan-etik-dan-hukum/

Tidak ada komentar: